Rabu, 25 Mei 2016

Pelecehan Seksual Terhadap Anak

ARTIKEL PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DI BAWAH UMUR
DISUSUN OLEH: RIMASI

Pelecehan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak di mana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), memberikan paparan yang tidak senonoh dari alat kelamin untuk anak, menampilkan pornografi untuk anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak (kecuali dalam konteks non-seksual tertentu seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Sebagian besar pelaku pelecahan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban mereka. Sebagian besar pelanggar yang pelecehan seksual terhadap anak-anak sebelum masa puber adalah pedofil, meskipun beberapa pelaku tidak memenuhi standar diagnosa klinis untuk pedofilia.Berdasarkan hukum, "pelecehan seksual anak" merupakan istilah umum yang menggambarkan tindak kriminal dan sipil di mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur atau eksploitasi anak di bawah umur untuk tujuan kepuasan seksual. Menurut Seto Mulyadi, psikolog dan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, kasus pelecehan seksual sangat menghancurkan hidup anak, baginya kekerasan seksual pada anak sepuluh kali lebih kejam daripada terhadap orang dewasa. Karena posisi anak-anak masih rentan, lemah, mudah dirayu dan dibodoh-bodohi. Selain itu juga karena kekerasan dan pelecehan seksual merupakan gabungan antara kekerasan fisik dan psikologis.
Maraknya pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual pada anak-anak adalah sebuah kisah horor bagi para orangtua. Dan yang paling sulit kita terima, kekerasan seksual pada anak kebanyakan justru dilakukan oleh orang-orang terdekat, yang otomatis sudah dikenal dan dipercaya, termasuk juga oleh guru agama. Anak-anak mempunyai hak untuk dilindungi, tumbuh dan berkembang secara aman. Kekerasan seksual pada anak tak hanya menimbulkan luka fisik, tapi juga luka psikologis karena trauma. Luka psikologis inilah yang paling berat. Oleh karena itu, maka kekerasan seksual pada anak harus mendapat perhatian khusus dari pihak yang berwenang terutama tindakan preventif jangan sampai anak-anak menjadi korban kekerasan seksual.
Ada banyak faktor kenapa terjadi kekerasan seksual pada anak diantaranya, Lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak dalam menonton tv, bermain dll, Anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku, autisme, terlalu lugu, Kemiskinan keluarga (banyak anak), Keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, ketiadaan Ibu dalam jangka panjang, Keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, anak yang tidak diinginkan (Unwanted Child) atau anak lahir diluar nikah, Kondisi lingkungan yang buruk, keterbelakangan, Kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu kekerasan terhadap anak, Kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.
Berbagai dampak burukpun terus menghantui anak korban pelecehan seksual diantaranya dampak fisik kecacatan yang dapat mengganggu fungsi tubuh anggota tubuh. Masalah fisik yang ditimbulkan antara lain lembam, lecet, luka bakar, patah tulang, kerusakan organ, robekan selaput dara, keracunan, gangguan susunan saraf pusat. Tergantung pada umur dan ukuran anak, dan tingkat kekuatan yang digunakan, pelecehan seksual anak dapat menyebabkan luka internal dan pendarahan. Pada kasus yang parah, kerusakan organ internal dapat terjadi dan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan kematian. Penyebab kematian termasuk trauma pada alat kelamin atau dubur dan mutilasi seksual. Serta dampak psikologi diantaranya Pelecehan seksual anak dapat mengakibatkan kerugian baik jangka pendek dan jangka panjang, termasuk psikopatologi di kemudian hari. Dampak psikologis, emosional, fisik dan sosialnya meliputi depresi, gangguan stres pasca trauma, kegelisahan, gangguan makan, rasa rendah diri yang buruk, gangguan identitas pribadi dan kegelisahan.  Gangguan psikologis yang umum seperti somatisasi, sakit saraf, sakit kronis, perubahan perilaku seksual, masalah sekolah/belajar dan masalah perilaku termasuk penyalahgunaan obat terlarang, perilaku menyakiti diri sendiri, kekejaman terhadap hewan, kriminalitas ketika dewasa dan bunuh diri.
Orang dewasa yang mempunyai sejarah pelecehan seksual pada masa kanak-kanak, umumnya menjadi pelanggan layanan darurat dan layanan medis dibanding mereka yang tidak mempunyai sejarah gelap masa lalu. Sebuah studi yang membandingkan perempuan yang mengalami pelecehan seksual masa kanak-kanak dibanding yang tidak, menghasilkan fakta bahwa mereka memerlukan biaya perawatan kesehatan yang lebih tinggi dibanding yang tidak. Anak yang dilecehkan secara seksual menderita gerjala psikologis lebih besar dibanding anak-anak normal lainnya, sebuah studi telah menemukan gejala tersebut 51 sampai 79% pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual. Resiko bahaya akan lebih besar jika pelaku adalah keluarga atau kerabat dekat, juga jika pelecehan sampai ke hubungan seksual atau paksaan pemerkosaan, atau jika melibatkan kekerasan fisik.Tingkat bahaya juga dipengaruhi berbagai faktor seperti masuknya alat kelamin, banyaknya dan lama pelecehan, dan penggunaan kekerasan. Pengaruh yang merugikan akan kecil dampaknya pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual namun memiliki lingkungan keluarga yang mendukung atau mendampingi paska pelecehan.
Adapun upaya yang dapat diberikan sebagai solusi atas permasalahn ini adalah memberikan perlindungan terhadap anak korban kekerasan baru mulai mendapat perhatian penguasa, secara lebih komprehensif, sejak ditetapkannya UU Perlindungan Anak, meski perlindungan itu masih memerlukan instrumen hukum lainnya guna mengoperasionalkan perlidungan tersebut. Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap anak yang menjadi korban tindak kekerasan/pelecehan seksual dapat diberikan melalui :
1.     Pelecehan seksual dapat dijerat dengan pasal percabulan (Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP)
2.     Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”), sebagai lex specialis (hukum yang lebih khusus) dari KUHP.
3.    UU No. 35 Tahun 2014 tentang tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
4.    Pasal 82 UU Perlindungan Anak :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”